Oleh Ain Nur*
PEMILU merupakan salah satu bentuk kegiatan demokrasi yang ada di Indonesia, begitupun di UM. PEMILU Raya yang telah dilaksanakan kemarin (26/1), berlangsung cukup meriah. Terbukti antusiasme para mahasiswa untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), masuk bilik suara untuk memilih Presiden Mahasiswa atau Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa UM. Meski angin kencang cukup mengganggu saat pemilihan di TPS yang ruangannya terbuka, beberapa MAHASISWA rela antri demi mendapatkan tinta di salah satu jari mereka, sebagai tanda selesai memilih.
Pemandangan berbeda justru terjadi di luar tempat pemilihan suara, beberapa mahasiswa terlihat hanya lalu-lalang. Padahal, serangkaian kegiatan mulai pemasangan baliho-pamflet, kampanye tulis hingga lisan telah diadakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menarik rasa berdemokrasi para simpatisan hingga mahasiswa biasa. Apakah PEMILU Raya sebagai salah satu ajang tahunan, belum cukup mewadahi demokrasi para agent of change -agen perubahan- di UM?
Tidak dipungkiri bahwa isu kepentingan kelompok hingga ketidakjelasan visi-misi menjadi alasan beberapa mahasiswa memilih untuk apatis. Namun, ada baiknya jika apatis tidak sekadar apatis. Saat mahasiswa benar-benar tidak peduli pada “politik” di lingkungan kampus. Minimal, mereka memilih karena nantinya mereka dapat mengetahui, apakah ada perubahan setelah Pemilu?
*Penulis adalah anggota LPM Siar, UKMP UM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar